Aku Telah Kehilangan Tuhan

Seseorang datang kepadaku dengan membawa mendung di wajahnya
semburat pelangi itu tak nampak lagi di sana
“Apa kabarmu?”
Sapaku tak teracuhkan….
Hanya kernyitan dahi….
Kutatap lekat hingga ke titik retinanya
Namun urung kutemukan cerminan yang biasa…….

Seseorang datang kepadaku dengan pias di wajahnya
Pundaknya tertekuk ke bawah seakan tak sanggup memikulkan beban-beban
Yang satu persatu tak henti menimpa ”Ada masalah apa gerangan ?”
Kini kuubah pola tanyaku
Dirinya tak bergeming.
Lama..
Hingga sepotong suara memecah senyap. ”Aku telah kehilangan Tuhan” bisiknya pelan.
Sepi.
Namun kulihat kalimat itu begitu berat keluar dari bibir kemerahannya.
Berat
Seberat reaksi semesta.

Seseorang datang kepadaku dengan jelaga di hatinya
Kemana perginya senyum ceria yang dahulu?
“Tuhanmu tak pernah menghilang…….
Dia Wujud……
’arasyNya meliputi semesta…
dekatNya melampaui batang tenggorok kita
Bukan Dia yang lenyap
Justru kita lah yang seringkali menyingkirkanNya dari sisi-sisi…”

Seseorang datang kepadaku dengan pias di wajahnya
”Akan tetapi kemana pergi-Nya? Saat badai hampir meremukkan belulang, saat berjuta ton melongsor, menindih hingga ringkih……”
Kini suaranya meriak
”……. Dia tetap membersamaimu kala itu” potongku tangkas
”.., bahkan saat dirimu menjauh sekalipun, saat pikirmu menisbikan keberadaanNya……. Dia tak pernah tiada” pungkasku

Seseorang datang kepadaku dengan pias di wajahnya
Kucoba telusuk dalam
Kupaksa masuk hingga ke rongga terjauh yang dapat kucapai di kalbunya.
”Allah, tak akan memberikan beban seseorang di atas kemampuannya”
”Para pendahulu kita bahkan telah diuji dengan coba yang berjuta lipat lebih dahsyat… … ada yang disetrika punggungnya, dibakar hidup-hidup, dipanggang di bawah terik ditindih batu. Namun, sejengkal pun aqidah mereka tak bergeser”
Kulihat rengut tercipta di romannya ”jangan kau samakan aku….. aku adalah diriku…. .. justru untuk apa kau turut campur dalam urusanku…?” Cekat di pita suaranya.

Seseorang datang kepadaku dengan pias di wajahnya
” ….. rasa sayang seiman…” Jawabku pendek
tak kuhiraukan berontak makinya
Fokus jemariku mencoba menggapai lebih jauh kalbunya.
Kucoba tata susunan huruf-huruf syahadat yang sempat terserak.
Ah, nuraninya sungguh masih terlampau bening Zahirnya tak mewakili batinnya…

Seseorang datang kepadaku dengan pias di wajahnya
”Ingatlah Allah… sungguh hanya dengan mengingat Allah hatimu akan menjadi tenang” kalamku, menutup.

Seseorang datang padaku dengan pias di wajahnya
dan sulit kupercaya bahwa aku seolah tengah berkaca
dan seolah dirikulah yang sedang kuajak bicara

ahh…
siapapun dia
kala kata zahir tak mampu menguraikan kusutnya
Biarlah cakap batin sebagai penuntasnya.
Melingkarinya dengan pucuk-pucuk do’a
Allah, kutitipkan saudaraku,……..

Oleh: Gamais

Tinggalkan komentar