the Power of Sholat

Entah mengapa, tiba-tiba pikiran dan nuraniku seolah menyuruhku untuk menulis tentang sebuah pengalaman yang tidak akan bisa kulupakan seumur hidupku. Ketika itu, aku sedang duduk di kelas 2 SMP di salah satu sekolah dekat rumahku. Suatu ketika, ayahku mengajakku untuk mengikuti sebuah pelatihan tentang sholat. Ketika itu, sontak aku sangat kaget, heran, dan bingung. Rasa-rasanya sudah sejak SD bahkan TK, kita diajarkan bagaimana caranya sholat, bagaimana bacaan-bacaan sholat, bagaimana posisi sujud, bagaimana posisi rukuk, dsb. Agaknya tata cara sholat dari mulai takbiratul ihram sampai salam sudah terpatri dalam benakku dan ayahku, karena memang seharusnya sholat bukanlah sebuah hal yang asing di telinga orang muslim. Namun, ayahku menjelaskan bahwa yang dimaksud pelatihan sholat ketika itu adalah pelatihan sholat khusyuk. Memang, ketika SD, guruku sering mengatakan, “kalau sholat, kita harus khusyuk ya anak-anak…”. Tetapi, akau sendiri pun tidak mengerti apa itu khusyuk ? bagaimana cara khusyuk ? atau lebih ekstrim lagi, makhluk apa sih khusyuk itu ?

Khusyuk memang agak sulit untuk didefinisikan, karena begitu dahsyatnya perasaan dan pengalaman yang didapat dari khusyuk tadi, sampai-sampai tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, dan karena perasaan itulah keyakinan kita akan kebesaran dan eksistensi Allah SWT akan semakin menguat. Sebagai gambaran, bayangkan kita berada dalam sebuah tempat yang sangat luas dikelilingi oleh cahaya yang suci nan bersih, kemudian hati kita merasa sangat tenang, seolah semua masalah dan seberat apapun masalah tersebut tidak lagi menjadi beban. Pikiran kita benar-benar lapang, dan kita bisa merasakan sebuah kesucian dan ketenangan batin yang luar biasa, sampai-sampai membuat kita–secara naluriah–menangis sejadi-jadinya.

Siapa “Aku” ?
Ada satu hal yang menarik tentang diri kita. Kita sering berkata, “ini tanganku”, “ini rambutku”, “ini kepalaku”, “ini kakiku”, dan seterusnya. Tapi, pernahkah kita berpikir, bagian tubuh mana dari dalam diri kita yang disebut “aku” tadi ? Siapa sih “aku” itu ? Terletak dimanakah “aku” dalam tubuh kita?

“Aku” adalah sebuah karunia dari Allah yang membuat kita bisa hidup, dan menikmati kehidupan. “Aku” merupakan sebuah fitrah keTuhanan yang terdapat dalam diri setiap manusia, yang bisa berkontak atau berhubungan langsung dengan Sang Pencipta. “Aku” selalu mendapat cahaya dari Sang Pemberi Cahaya, dan cahaya itulah yang memberi penerangan kepada kita untuk bisa mengarungi samudra kehidupan. Namun, “aku” lambat laun akan mulai meredup manakala kita terlena dengan kemaksiatan yang membuat hati kita kotor dan–yang lebih menakutkan lagi–hati kita bisa terkunci dan membatu. Jika hal itu yang terjadi, maka bersiap-siaplah menjadi sampah dunia dan sampah akhirat. Na’uudzubillahi min dzaalik.

Lepaskan “Aku” Ketika Sholat
Sholat adalah sebuah meditasi tertinggi dalam Islam. Melalui sholat, jiwa kita bisa merasa tenang. Melalui sholat, kita bisa berkomunikasi langsung dengan Sang Maha Kuasa. Melalui sholat, kita bisa memupuk dan menyuburkan keyakinan kita pada Sang Khaliq. Itu semua akan bisa kita dapatkan ketika, bukan badan atau fisik kita yang sholat, melainkan si “aku” tadi. Badan kita hanya melakukan gerakan-gerakan sholat, namun si “aku” lah yang berhubungan langsung dengan Allah. Tapi pertanyaannya, bagaimana caranya ?

Sebelum sholat, usahakan pikiran kita kosong. Tidak perlu berkonsentrasi, apalagi sampai mengernyitkan dahi, karena hal itu akan membuat lelah. Cukup ikhlaskan dan pasrahkan “aku” tadi untuk secara perlahan, seolah-olah, berpisah dengan badan atau fisik kita. Ucapkan kalimat-kalimat dzikir, ibarat kita memanggil Sang Raja alam semesta. Biarkan si “aku” mendekatkan dirinya pada Allah, dan percayalah, Allah pun akan menyambut “aku” tadi, sampai terjadi sebuah koneksi langsung antara Allah dengan hamba-Nya. Ketika hal itu terjadi, tiba-tiba akan terasa sebuah pancaran ketenangan dan keheningan yang luar biasa yang bisa dirasakan oleh kita.

Setelah hal tersebut sudah benar-benar merasuk dalam diri kita, mulailah membaca takbiratul ihram, Allahu Akbar, untuk memulai komunikasi dengan Sang Maha Pencipta. Rasakan dan resapi setiap lantunan bacaan sholat, dari mulai iftitah, disambung dengan Al-Fatihah, kemudian surat pendek. Bacalah dengan perlahan, dan rasakan getaran-getaran yang akan merasuk dalam diri kita. Seketika itu, tubuh akan terasa merinding, dan diri kita akan semakin tunduk dihadapan Allah. Rasakan adanya kekuatan dari luar diri kita yang menuntun kita untuk melakukan gerakan-gerakan sholat dengan sempurna. Rasakan dan ikutilah kekuatan itu, seolah-olah pikiran kita benar-benar tidak memiliki andil dalam memerintahkan kita untuk rukuk, i’tidal, sujud, dan sebagainya. Benar-benar yang berperan disini adalah “aku” dan hati kita, bukan pikiran kita. Rasakan semua kenikmatan itu sampai pada tahiyyat akhir. Sebuah hal yang sangat mengagumkan, jika kita benar-benar sudah merasakan kenikmatan tadi, maka kita tidak akan rela untuk mengakhiri sholat, saking hebatnya ketenangan hati yang dirasakan.

Tidak perlu menjadi seorang sufi ataupun ustadz untuk melakukan hal-hal tadi. Siapapun bisa melakukan itu, karena pada dasarnya secara fitrah semua manusia memiliki naluri keTuhanan. Tinggal bagaimana niat dan kemauan kita. Jika kita memang benar-benar ingin merasakan esensi dan nikmatnya sholat, Insya Allah, Allah pun akan membantu. Ingat, manusia lah yang membutuhkan sholat, bukan Allah yang membutuhkan sholat. Coba renungkan itu !!

Oleh: rifki Wildan Yoantino

1 responses to “the Power of Sholat

Tinggalkan komentar