the Power of Sholat

Entah mengapa, tiba-tiba pikiran dan nuraniku seolah menyuruhku untuk menulis tentang sebuah pengalaman yang tidak akan bisa kulupakan seumur hidupku. Ketika itu, aku sedang duduk di kelas 2 SMP di salah satu sekolah dekat rumahku. Suatu ketika, ayahku mengajakku untuk mengikuti sebuah pelatihan tentang sholat. Ketika itu, sontak aku sangat kaget, heran, dan bingung. Rasa-rasanya sudah sejak SD bahkan TK, kita diajarkan bagaimana caranya sholat, bagaimana bacaan-bacaan sholat, bagaimana posisi sujud, bagaimana posisi rukuk, dsb. Agaknya tata cara sholat dari mulai takbiratul ihram sampai salam sudah terpatri dalam benakku dan ayahku, karena memang seharusnya sholat bukanlah sebuah hal yang asing di telinga orang muslim. Namun, ayahku menjelaskan bahwa yang dimaksud pelatihan sholat ketika itu adalah pelatihan sholat khusyuk. Memang, ketika SD, guruku sering mengatakan, “kalau sholat, kita harus khusyuk ya anak-anak…”. Tetapi, akau sendiri pun tidak mengerti apa itu khusyuk ? bagaimana cara khusyuk ? atau lebih ekstrim lagi, makhluk apa sih khusyuk itu ? Baca lebih lanjut

Iqra, “Bacalah dengan Akal dan Qalbu”

Wahyu pertama yang diterima oleh rasulullah Saw.

  “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang

     menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari

     ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.

     Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia

     apa yang tidak diketahuinya” (QS Al-‘Alaq [96]: 1-5).

Iqra disini dapat berarti  bacalah,  telitilah,  dalamilah, bacalah alam, tanda-tanda zaman. Artinya kita membaca dan mentafakuri suatu objek dengan akal dan qolbu kita. Dengan kemampuan iqra, kita bisa menciptakan kemashlahatan di muka bumi. Teknologi canggih dizaman sekarang merupakan bukti keberhasilan manusia iqra dengan menggunakan akalnya. Akan tetapi terkadang kita gagal meng-iqra-kan sesuatu dengan qalbu kita. Baca lebih lanjut

Ibadah, Karya, dan Rasa

Entahlah, sepertinya dunia memang telah kehilangan keseimbangannya.

Tiada lagi bisa kudapati kearifan seorang manusia menyatu dengan alamnya.

Susah kini mencari sosok penuh integritas yang nafasnya terhembus untuk serangkai frase saja:IBADAHKARYA, dan RASA.

Ibadah, yang jadi alasan mengapa para Nabi dan Rasul bersedia mengorbankan hidup mereka.

Ibadah, yang jadi energi setiap masa: belajar berjalan, belajar dewasa, belajar mengajarkan.

Ibadah, yang menjadikan setiap periode masa, walau sepersekian detik saja, jauh dari predikat “sampah peradaban”.

Karya, yang mempertahankan manusia dalam kancah kompetisi di muka bumi.

Karya, yang menjadi bukti bahwa penempaan dalam hidup seseorang, dan bangsa, mencetaknya menjadi “logam mulia”. Baca lebih lanjut

Skenario Allah Memang Indah

Pernahkah ingat awal kisah cinta Ali bin Abi Thalib dengan Fathimah? Sepupu muda Rasulullah yang disebut-sebut Rasul sebagai gerbang ilmu pengetahuan ini menaruh hati pada putri Rasulullah SAW di masa-masa remajanya. Bak seorang remaja yang sedang memasuki masa pubertasnya, hatinya dipenuhi keinginan untuk menjadi partner 24 jam-nya Fathimah. Tapi Ali sadar bahwa dirinya tak memiliki apa-apa. Terlebih lagi tersebar berita bahwa Abu Bakr telah meminang Fathimah. Saat itu asa pupus. Ali pun menyadari bahwa dirinya hanya seonggok batu kerikil bila dibandingkan dengan sosok Abu Bakr. Senyum pun tersirat.

Tak lama kemudian, terdengar kabar bahwa lamaran Abu Bakr ditolak Rasul. Secercah harapan muncul dalam diri Ali. Tapi kembali terhapus saat Ali mendengar kedatangan Umar mengunjungi kediaman Rasul dengan niat yang sama seperti Abu Bakr. Perang batin berkecamuk di dalam diri Ali. Satu sisi mengatakan bahwa Ali ingin sekali menikahi Fathimah, namun sisi yang lain mengatakan bahwa dirinya tak pantas disandingkan dengan putri seorang utusan mulia. Baca lebih lanjut

Ketika Popularitas Menjadi Prioritas

“innamal a’malu binniyyat, wa innama likullimriin ma nawa” itulah potongan dari salah satu hadis yand diriwayatkan oleh imam bukhori dan imam muslim yang kurang lebih berarti “sesungguhnya segala perbuatan itu bergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya bagi semua perbuatan adalah apa yang diniatkan kepadanya.”

Semua hal yang dilakukan manusia pasti didasari oleh sebuah niat. Seperti setiap bangunan yang disangga oleh tiang-tiang penyangga. Niat adalah hal yang paling mendasari sebuah perbuatan. Niat pulalah yang menentukan apakah perbuatan tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik atau tidak. Karena tanpa niat yang sungguh-sungguh maka suatu perbuatan tak akan mendapatkan hasil yang bagus. Baca lebih lanjut